MEDAN MAKNA ‘JATUH’ DALAM BAHASA SASAK DIALEK NGENO-NGENE

Hubbi Saufan Hilmi, Indra Purnawan Panjaitan, Sri Wahyuni, Alpan Ahmadi

Abstract


Salah satu cara pemertahanan eksistensi bahasa daerah ialah dengan cara menginventarisasi bahasa daerah tersebut. Inventarisasi bahasa daerah salah satunya dapat berupa penelitian terkait bahasa daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan mendeskripsikan komponen makna ‘jatuh’ dalam bahasa Sasak dialek Ngeno-Ngene. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitiaan ini ialah metode deskriptif dengan bentuk kualitiatif. Data dalam penelitian berupa data lisan dari 25 informan penutur bahasa Sasak dialek Ngeno-Ngene di Dusun Montong Meong. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode cakap dan simak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejumlah bentuk dan komponen makna yang berbeda-beda dari setiap bentuk yang bermakna ‘jatuh’ dalam bahasa Sasak dialek Ngeno-Ngene yang digunakan para penuturnya di Dusun Montong Meong, Desa Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur. Sejumlah bentuk kata jatuh dalam bahasa Sasak tersebut berdasar pada objek dan proses objek tersebut jatuh. Objek dengan kriteria makhluk hidup meliputi teri', reba', nyuksur, nunjem, kelegong, gelontong, kedarsot, kederos, kelengguk, kekelak, kekalep, ketumpak, sedangkan yang objek jatuhnya berupa benda (padat/cair) menggunakan kata teri', reba', klepos, nunjem, urut, numpas, gelontong, kesangkur, dan geriti’. Sementara komponen makna ‘jatuh’ dalam bahasa Sasak dibedakan menjadi proses terjadinya peristiwa jatuh baik manusia maupun benda (padat/cair) dan posisi objek yang terjatuh. Komponen makna ‘jatuh’ dalam bahasa Sasak dilihat dari proses terjadinya peristiwa jatuh baik manusia maupun benda (padat/cair) dengan pengertian objek meluncur dari atas ke bawah, objek terlepas dari tumpuan yang mengakibatkan perubahan posisi dari posisi vertikal menuju posisi horizontal, dan yang termasuk ihwal keduanya. Ihwal yang pertama meliputi teri', klepos, nunjem, kelegong, urut, numpas, kesangkur, dan geriti’. Ihwal proses jatuh yang kedua meliputi reba', nyuksur, kedarsot, kederos, dan kelengguk. Kemudian proses jatuh yang termasuk ke dalam dua ihwal tersebut meliputi kekelak, kekalep, dan ketumpak. Kriteria berikutnya ialah penyebutan kata jatuh dalam bahasa Sasak dialek Ngeno-Ngene berdasarkan posisi terjatuhnya meliputi kekelak, kekalep, dan ketumpak.

Keywords


jatuh, komponen makna, bahasa Sasak dialek Ngeno-Ngene

Full Text:

PDF

References


Anindryati, A. O. dan Mufidah, I. (2020). Gambaran Kondisi Vitalitas Bahasa Daerah di Indonesia Tahun 2020. Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Chaer, A. (2013). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Rineka Cipta.

Djuwarijah, S. (2020). Komponen Makna Verba Memasak dalam Bahasa Sasak dalam Pengajaran Bahasa, Tamrinat: Jurnal Pembelajaran dan Pengajaran, 1(1), 38–45.

Hilmi, H. S. dan Loren, F. T. A. (2019). Medan Makna Aktivitas Tangan dalam Bahasa Sasak Dialek Ngeno-Ngene, Ranah: Jurnal Kajian Bahasa, 8 (1), 53–75.

KBBI V Daring. (2016). Diambil 25 Maret 2022, dari kbbi.kemdikbud.go.id/entri/jatuh.

Kinanti, K. P. dan Astuti, E. S. (2021). Analisis Komponen Makna Kata Bermakna “Melihat” dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa (Analisis Kontrastif), BASASTRA, 10 (3), 210–224.

Maemunah. (2019). Medan Makna Aktivitas Tangan “Menyakiti” Dalam Verba Bahasa Sunda, KANDAI, 15 (2), 249–260.

Mahsun. (1999). Makalah. Seminar Politik Bahasa pada tanggal 8-12 November 1999 di Cisarua, Bogor.

________. (2006). Dialektologi Diakronis Bahasa Sasak di Pulau Lombok. Gama Media.

________. (2014). Metode Penelitian Bahasa: Tahap Strategi, Metode dan Tekniknya. Rajawali Press.

Moleong, L. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Remaja Rosdakarya.

Muhammad. (2016). Metode Penelitian Bahasa. Ar Ruzz Media.

Parwati, S. A. P. E. (2018). Verba “Memasak” dalam Bahasa Bali: Kajian Metabahasa Semantik Alami (Msa)’, Aksara, 30 (1), 121-132.

Peraturan Pemerintah RI. 2014. Peraturan Pemerintah RI Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia. Lembaran Negara RI, Tahun 2014, Nomor 157. Sekretariat Negara. Jakarta

Pemerintah Indonesia. (2009) ndang-Undang Republik Indonesia No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Lembaran Negara RI Tahun 2009, No 105. Sekretariat Negara. Jakarta.

Sudaryat, Y. (2009). Makna dalam Wacana (Prinsip-prinsip Semantik dan Pragmatik). Yrama Widya.

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.

Suwandi, S. (2008). Semantik Pengantar Kajian Makna. Yrama Widya.

Toha, M. (2016). Retensi dan Inovasi Fonologis Protobahasa Melayik pada Bahasa Melayu Tamiang, Ranah: Jurnal Kajian Bahasa, 5(1), 1–23.

Verhaar, J. W. M. (2012). Asas-Asas Linguistik Umum. Gadjah Mada University Press.

Wijana, I. D. P. (2015). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Pustaka Pelajar.




DOI: https://doi.org/10.37671/sb.v10i2.374

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2022 Sirok Bastra

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

 
 
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
 
Publisher and Copyright @Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung
Kompleks Perkantoran dan Permukiman Terpadu Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 
Jalan Pulau Bangka, Airitam, Pangkalpinang 
Telepon: 0717-438455; Faksimile: (0717) 9103317 
Pos-el: sirokbastra@kemdikbud.go.id