BAHASA MELAYU: ANTARA BARUS DAN MALAKA
Abstract
Topik mengenai asal-usul bahasa Melayu sudah diperbincangkan bahkan jauh sebelum NKRI ada. Umumnya, para ahli bersepakat bahwa bahasa Melayu di Nusantara ini berasal dari masa Kerajaan Sriwijaya (Melayu Kuno) dan Kesultanan Malaka untuk bahasa Melayu baru. Kajian ini berusaha membantah pandangan para ahli bahasa tersebut bahwa ada mata rantai yang terputus mengenai jejak awal bahasa Melayu baru, yaitu di Barus, kemudian berkembang di Kerajaan Haru dan Aceh, baru kemudian di Malaka. Teori yang digunakan adalah teori historiografi linguistik untuk melihat sejarah perkembangan bahasa. Metode yang digunakan, yaitu kualitatif mengacu pada pendekatan diakronis. Temuan penelitian menunjukkan bahwa jejak awal bahasa Melayu baru berdasarkan sejarah masuknya Islam ke Nusantara ialah dengan aksara Jawi yang bermula di Barus. Temuan ini membantah pendapat para ahli bahasa yang mengatakan bahwa bahasa Melayu baru bermula di Malaka. Fakta ini didukung oleh karya-karya Hamzah Fansuri pada abad XVI yang menulis karyanya menggunakan bahasa Melayu yang dominan dipengaruhi bahasa Arab dan Persia. Sementara itu, Raja Ali Haji menulis karya, sekitar abad XIX. Bahasa Melayu berkembang di Aceh. Setelah Aceh berhasil ditaklukkan Malaka, barulah bahasa Melayu turut berkembang di Malaka.
Debate and discussion about the origin of the Malay language long before the Republic of Indonesia was discussed. Generally, the opinions of experts agree that the Malay language in the archipelago originated from the Kingdom of Srivijaya (Ancient Malay) and the Malacca Sultanate for the new Malay Language. This study tries to refute the views of the linguists, that there is a broken link regarding the initial traces of the new Malay language, namely in Barus, then developing in the Kingdom of Haru and Aceh, only later in Malacca. The theory used is the theory of linguistic historiography to see the history of language development. The method used is qualitative refers to the diachronic approach. The research findings show that based on the history of the entry of Islam into the archipelago, the initial traces of the new Malay language, namely the Jawi script originated in Barus, so that the opinions of linguists who say say originated in Malacca. This fact is supported by the works of Hamzah Fansuri in the XVI century who wrote his work using Malay which was predominantly influenced by Arabic and Persian languages. While Raja Ali Haji wrote the work, around the XIX century. Malay language developed in Aceh, only after Aceh was conquered by Malacca, the next development in Malacca.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Abdulhadi, W. (1995). Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya. Bandung: Mizan.
Abdulhadi, W. (2016). Cakrawala Budaya Islam. Yogyakarta: IRCiSoD.
Adelaar, K. . (1988). More on Proto-Malayic. In M. T. A. & Z. M. Zain (Ed.), Rekonstruksi dan cabang-cabang Bahasa Melayu induk. Seri monograf sejarah bahasa Melayu (pp. 59–77). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Adelaar, K. A. (1985). Proto-Malayic: the reconstruction of its phonology and parts of its lexicon and morphology. Offsetdrukkerij Kanters.
Al-Attas, S. M. N. (1966). The Mysticism of Hamzah Fansuri. University of London.
Amelia, P. (2017). Pengelolahan Warisan Budaya Kawasan Barus. Universitas Gadjah Mada.
Azhari, I. (2017). “Politik Historiografi” Sejarah Lokal: Kisah Kemenyan dan Kapur Dari Barus, Sumatera Utara. Sejarah dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya. https://doi.org/10.17977/um020v11i12017p009
Bellwood, P & Sanchez-Mazas, A. (2005). Human migrations in Continental East Asia and Taiwan: Genetic, Linguistic and Archacologied evidence. Current Anthropology, 46(3), 480–484.
Bellwood, P. (1993). Cultural and biological differentiation in peninsular Malaysia: the last 10,000 years. Asian Perspectives, 32, 37–60.
Boas, F. (1966). Introduction to the Handbook of American Indian Languages. Lincoln: University of Nebraska Press.
Braginsky, V. Y. (1975). Some Remarks on The Structure of The “Syair Perahu” by Hamzah Fansuri. Bijdragen Tot de Taal-, Land-En Volkenkunde, (4de Afl), 407–426.
Chaer, A. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chambert-Loir, H. (2009). Sadur: Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia. (H. Chambert-Loir, Ed.). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Collins, J. T. (2005). Bahasa Melayu, Bahasa Dunia: Sejarah Singkat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Daerwis, Y. (2003). Sejarah Perkembangan Pers Minangkabau (1859-1945). Jakarta: PT. Gramedia Utama.
Drakard, J. E. (2003). Sejarah raja-raja Barus: dua naskah dari Barus. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Ecole Francaise d’Extreme-Orient.
Erawadi. (2014). Melacak Jejak-jejak Peradaban Islam di Barus. HIKMAH, 8(01), 41–52.
Fox, J. J. (2004). Current developments in comparative Austronesian studies. Paper presented for International Symposium Austronesia III, Pascasarjana Linguistik dan Kajian Budaya, Universitas Udayana, Benpasar, Bali. In Paper presented for International Symposium Austronesia III, Pasca Sarjana Linguistik dan Kajian Budaya. Denpasar, Bali.: Universitas Udayana.
Guillot, C. (2002). Lobu Tua, Sejarah Awal Barus (Vol. 1). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hakim, U. F. R. (2019). Barus sebagai Titik Nol Islam Nusantara: Tinjauan Sejarah dan Perkembangan Dakwah. Jurnal Ilmiah Syi’ar. https://doi.org/10.29300/syr.v19i2.2469
Helmiati. (2011). Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru: Zanafa Publishing.
Hermansyah. (2014). Kesultanan Pasai Pencetus Aksara Jawi (Tinjauan Naskah-Naskah di Nusantara). Jumantara, 5(2), 27–51.
Hudson, A. . (1970). A note on Selako: Malayic Dayak and Land Dayak languages in West Borneo. Sarawak Museum Journal, 18, 301–318.
Iskandar, D. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada.
Lexy, J. M. (2002). Metodologi penelitian kualitatif. (R. Rosdakarya, Ed.). Bandung.
Mahsun. (2005). Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Marrison, G. E. (1975). The early Cham language, and its relationship to Malay. Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, 48(2 (228)), 52–59.
Maryam, S. (2018). Konstruksi Pemberitaan Isu Terorisme pada Media Massa: Tinjauan Imagologi dan Linguistik Kritis dan Kontribusinya dalam Pembentukan Karakter Siswa SMA. Ranah: Jurnal Kajian Bahasa. https://doi.org/10.26499/rnh.v7i1.580
Mat, Z., & Sulaiman, M. (2007). Interaksi budaya India & Cina ke atas pengukuhan bahasa dalam Tamadun Melayu. Jurnal Pengajian Umum.
Melebek, A. R. (2006). Sejarah Bahasa Melayu. Malaysia: Utusan Publications.
Nasanius, Y. (2007). Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma Jaya: kedelapan belas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Pateda, M. (1988). Pateda, Mansoer. (1988). Linguistik Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa.
Peiros, I. (1998). Comparative linguistic in Southeast Asia. In Pacific Linguistics Series C (Vol. 142). Canberra: Australia National University.
Pinem, M. (2018). Inskripsi Islam pada Makam-Makam Kuno Barus. Jurnal Lektur Keagamaan. https://doi.org/10.31291/jlk.v16i1.484
Proudfoot, I. (1993). Early Malay printed books. A Provisional Account of Materials Published in the Singapore-Malaysia Area up to 1920, Noting Holdings in Major Public Collections, 28.
Purwanto, B. (2002). Ekonomi Masa Kolonial, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Asia Tenggara. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Ramli, Z., & Sulaiman, Z. (2017). Penutur Austronesia Dan Cara Penyebarannya: Pendekatan Arkeologi, Genetik dan Linguistik. Arkeologi Malaysia, 30(2), 59–74.
Sapir, E. (1939). Language: An introduction to the study of speech. New York: Harcourt.
Sapir, E. (1968). Time perspectives in original American Culture: A study in method. In In David G. Mandelbaum (eds). Selected writings of Edward Sapir in language, culture and personality (pp. 389–467). Berkeley, CA: University of California Press.
Sariyan, A. (2006). Kajian bahasa dan linguistik Melayu di Malaysia: perkembangan dan hala tuju masa hadapannya. In Insular Southeast Asia: Linguistic and Cultural Studies in Honour of Bernd Nothofer (pp. 53–64).
Supriono, I. A. (2015). Islam di Nusantara dan Transformasi Kebudayaan Melayu Indonesia. Madania, 5(2), 177–199.
Suryanegara, A. M. (1995). Menemukan sejarah: wacana pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
Teeuw, A. (1994). Indonesia: antara kelisananan dan keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Thurgood, G. (1996). Language contact and the directionality of internal drift: the development of tones and registers in Chamic. Language, 1-31.
Tjandrasasmita, U. (2002). Kedatangan dan Penyebaran Islam, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Asia Tenggara. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Tuuk, H. N. V. D. (1856). Iets over de Hoog-Maleische bijbelvertaling [Something about the High Malay Bible translation]. Tijdschrift van Het Delftsch Instituut, 171–183.
Verhaar, J. W. . (1984). Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Wolters, O. . (2017). Kebangkitan dan Kejayaan Sriwijaya Abad III-VII. Jakarta: Komunitas Bambu.
Yatim, B. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo.
DOI: https://doi.org/10.37671/sb.v8i2.206
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2020 Sirok Bastra
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Jalan Pulau Bangka, Airitam, Pangkalpinang
Telepon: 0717-438455; Faksimile: (0717) 9103317
Pos-el: sirokbastra@kemdikbud.go.id